Mari Berqurban

Qurban adalah ibadah menyembelih hewan (qurban) yang dilakukan pada hari raya qurban dan tasyrik (10-13 Dzulhijjah).

Para ulama berbeda pendapat terkait hukum berqurban.

Menurut pendapat Madzhab Hanafi, hukum berqurban adalah wajib dilaksanakan sekali dalam satu tahun. Abu Hanifah mengambil pendapat berdasarkan firman Allah,  “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”. Abu Hanifah berpendapat bahwa perintah shalat dan berqurban dalam ayat ini sebagai perintah wajib.

Menurut jumhur ulama Madzhab Maliki dan Syafi’i, melaksanakan ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang dipentingkan) dan makruh bagi yang mampu berqurban tapi tidak  melaksanakannya.

Jumhur ulama memgambil pendapat berdasarkan sabda Rosulullah sholallahu ‘alaihi wassalam, “apabila nampak hilal Dzulhijjah, sedangkan salah seorang diantara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari memotong kuku, dan rambutnya (perintah menahan diri dari memotong kuku dan menggunting rambut hingga hari raya Idul Adha menurut Yusuf Qardhawi agar mendapatkan pahala seperti berihram haji karena mereka yang sedang berihram mengerjakan haji juga menahan diri dari memotong kuku dan menggunting rambut hingga tahallul pada Hari Raya Idul Adha).

Hadits ini menjelaskan bahwa bagi orang yang “ingin” atau berkehendak/iradat, menafikkan perintah wajib. Artinya perintah qurban berlaku bagi yang mau saja,  tidak menjadi kewajiban.

Pendapat ini diperkuat dengan hadits lain yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas r.a pernah mendengar Rasul SAW bersabda;ada tiga hal yang wajib bagiku dan sunnah bagi umatku, yaitu Shalat Witir,  menyembelih qurban, dan Shalat Dhuha. (HR.  Ahmad bin Hambal,  Al Hakim, dan Daruqutni). Riwayat lain menyebutkan Nabi bersabda : ” Aku diperintahkan menyembelih qurban dan qurban itu sunnah bagimu.” (HR.  Turmudzi).

Dalam Madzhab Syafi’i dipertegas bahwa qurban adalah sunnah bagi tiap individu untuk menyembelih qurban sekali seumur hidup sebab perintah (al amr)  qurban tidak menghendaki pengulangan. Meskipun demikian,  Madzhab Syafi’i berpendapat sunnah kifayah bagi keluarga menyembelih qurban setiap tahun.

Pengertian sunnah kifayah dalam perkara qurban yaitu sunnah bagi keluarga yang kurang mampu, untuk berqurban sekeluarga walaupun hanya seekor kambing, satu keluarga mendapat pahala. Namun dalam teknis penyembelihannya, hewan qurban tersebut diniatkan untuk satu orang.

Madzhab Hambali menyatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib, namun hukum tersebut dapat berubah menjadi sunnah jika qurban dilaksanakan oleh orang-orang yang kurang berkemampuan selama tidak ada niat nazar dalam melaksanakan qurban.

Berdasarkan pendapat-pendapat imam madzhab diatas,  pendapat yang lebih rajih(kuat) untuk diamalkan adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah dengan alasan selain dari dalil yang disebutkan diatas ibadah qurban berkaitan dengan ibadah maliyah (harta)  yang dituntut pelaksanaannya berdasarkan kemampuan.

Adapun bagi mereka yang sama sekali tidak mampu, mereka yang paling berhak memdapat santunan pembagian daging qurban seperti Firman Allah ta’ala : “Dan berilah makan(daging qurban) orang-orang yang berhajat dan orang fakir.” {QS.  22:28}.

Meskipun demikian orang yang berqurban dan berkemampuan juga diperbolehkan menikmati daging qurbannya sendiri selama bukan qurban yang dinazarkan seperti yang dicontohkan Nabi SAW dalam pelaksanaan qurban beliau.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sifat-sifat qurban Nabi SAW, bahwa beliau (Nabi SAW) memberi makan keluarganya sepertiga,  memberi makan tetangganya sepertiga,  dan sepertiga lagi disediakan kepada pemuda-pemuda (Mugni Syarhul Kabir, Juz 3:582). Wallahu ‘alam bishowab.

Oleh karena itu, kami samlaikan kepada seluruh kaum muslin, mari berqurban.

Berqurban bisa melalui Tebar Qurban Berkah, dengan menghubungi Bapak Mahfudz di nomor HP/WA 085749157603.

Selamat berlibur pada hari Ahad ini,

Salam Sukses Berkah.

Leave a Reply